Memainkan Game saat Dewasa

Saat masih kecil saya termasuk penunggu rental PS, setidaknya jika saya coba ingat tidak kurang dari 4 jam per hari saya habiskan di rental PS. Dari SD sampai SMP, dari PS 1 sampai PS 3, Dari memainkan game sendiri atau hanya sekedar menonton orang lain.

Saya ingat saat itu memory card adalah barang yang amat prestige di rental PS, jika ada anak yang membawa memory card apalagi yang menggunakan case transparan sudah dipastikan bahwa ia adalah anak orang tersohor.

Memory Card for Playstation - Island Blue

Saking sukanya bermain PS, saat kecil saya sempat bercita-cita untuk menjadi kaya hanya dengan alasan karena saya ingin memiliki PS atau setidaknya memory card sendiri agar saya tidak perlu menghabiskan setiap 30 menit rental saya untuk mengulang-ulang game yang sama dari awal.

Saat ini saya sudah hampir berusia kepala tiga dan sudah mampu membeli memory card sendiri, tapi kenapa memainkan game yang bahkan jauh lebih keren dari game-game masa kecil saya dulu tidak lagi menyenangkan? dulu bahkan bermain game 9-5 pun akan saya ladeni bahkan kurang, saat ini bermain satu jam pun sudah sangat bosan. kenapa?

Terlalu banyak pikiran, terlalu banyak switching context

Pikiran terberat saya saat masa kecil mungkin sekelas bagaimana cara saya menyalip modifikasi mobil NFS Underground 2 teman saya yang sudah bisa menggunakan lampu neon warna hijau, atau bagaimana cara saya minta uang lebih supaya bisa rental PS menggunakan stik getar, tapi sekarang? bayar listrik, air, sekolah anak, hingga kiat-kiat mengambil pakaian dari tumpukan paling bawah tanpa membuat longsor harus saya tanggung, harus well planned, harus saya pikirkan secara matang!

Belum lagi saat membuka sosial media saya terpaksa harus memikirkan circle saya sudah dapat membeli rumah sendiri, jalan-jalan ke luar negeri, menjadi pendukung garis keras salah satu capres, dan seterusnya. Lalu bagaimana saya dapat menikmati naik motor ke daerah pegunungan di GTA V jika dalam waktu yang sama saya harus memikirkan hal-hal tadi?

Terlalu banyak keinginan

Dulu saya sering bertanya-tanya kenapa banyak orang di Desa dengan gaya hidup yang sederhana tapi bisa bahagia dan rasanya lebih banyak menikmati hidup dibanding orang-orang di Kota. Saat ini saya sadar bahwa semakin kita menggantungkan diri terhadap sesuatu diluar dari diri kita sendiri justru semakin membuat hidup ini menjadi tidak menyenangkan, Less is More kata abang-abang jepang jadi semakin bermakna di benak saya sekarang, bahwa semakin sederhana kita bergantung pada sesuatu, semakin banyak kita dapat mengais kebahagiaan.

Semakin banyak kita men-targetkan keinginan maka semakin kecil porsi fokus yang dapat kita alokasikan ke banyak hal seperti bermain game.

Tidak berlaku bagi Dota 2

Dota adalah salah satu game yang dapat saya mainkan berjam-jam tanpa bosan, tapi saya yakin hal yang membuat saya tidak bosan bukanlah game Dota 2 itu sendiri, melainkan kebersamaan bersama teman saat bermain, karena game ini juga membosankan saat saya mainkan sendiri atau saat bermain dengan teman namun dengan sedikit obrolan dan sedikit candaan.

Kesimpulan

Bermain game saat dewasa menjadi membosankan saat kita tidak dapat mengenyampingkan pikiran-pikiran lain selain game itu sendiri, semakin banyak keinginan sejalan dengan semakin banyaknya pikiran dan pecahnya fokus.

Bermain akan selalu menyenangkan jika bermain dengan teman, karena pada dasarnya manusia adalah mahluk sosial.